Ijtihad dibutuhkan karena permasalahan
selalu berkembang. Sejak abad ke II dan ke III Hijriyah para Ulama` mulai merumuskan hukum Islam
baik dalam ibadah maupun mu’amalah sehingga lahirlah empat rumusan fikih yang
dikenal dengan Al-Madzahibul–Arba’ah (empat madzhab fikih).
Pengertian
Ijtihad
Kata ijtihad berasal dari kata al Juhdu (الْجُهْدُ) yang berati daya upaya atau usaha keras
dalam mengerjakan sesuatu yang sulit. Contohnya seperti memanjat gunung. Sedangkan dalam terminologi fikih Ijtihad
adalah mengeluarkan segala tenaga dan kemampuan untuk mendapatkan kebenaran dan
kesimpulan hukum berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.
Tingkat kesulitan yang tinggi dalam ijtihad
membuatnya berbeda dengan aktifitas berfikir bebas biasa. Sepanjang sejarah
Islam hanya beberapa Ulama` saja yang mampu melakukannya pada level tertinggi
(Mujtahid Mutlaq), bahkan dari kalangan sahabat hanya beberapa saja yang mampu
berijtihad.
Pengertian Istinbath
Istinbath secara bahasa berarti usaha
mengeluarkan sesuatu dari persebuniyannya, conotohnya seperti mengeluarkan air
dari sumur. Sedangkan dalam terminologi fikih istinbath adalah menyimpulkan
hukum syariat dari sumbernya, yaitu al Quran dan Hadits.
Ijtihad adalah sebuah aktifitas yang
memiliki beberapa tingkatan yang berbeda, mulai paling sulit yaitu merumuskan
hukum dari al Quran dan hadits yang hanya bisa dilakukan oleh seorang Mujtahid
sampai yang mudah seperti mencari arah kiblat, meneliti masuknya waktu sholat
dan mencari air untuk tayamum yang bisa dilakukan oleh siapa saja. Sedangkan istinbath
memiliki cakupan yang lebih terbatas, yaitu upaya merumuskan hukum dari
sumbernya saja.
Kerangka Ijtihad menjadikan Islam yang
sangat dinamis dan dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Karena dengan
kaidah Ijtihad (Ushul Fikih) fikih akan terus sehingga Islam akan tetap relevan
sepanjang masa. Pada era moderen ini untuk memecahkan sebuah masalah hukum NU melakukan
ijtihad kreatif dalam musyawarah antar ulama`yang disebut dengan Bahtsul Masail.
Aktifitas ijtihad sudah dilakukan oleh para
sahabat Nabi. Dalam sebuah hadits dijelaskan sebagai berikut:
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا أَرَادَ أَنْ يَبْعَثَ
مُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ قَالَ كَيْفَ تَقْضِي إِذَا عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ قَالَ
أَقْضِي بِكِتَابِ اللَّهِ قَالَ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي كِتَابِ اللَّهِ قَالَ
فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَإِنْ لَمْ
تَجِدْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا فِي
كِتَابِ اللَّهِ قَالَ أَجْتَهِدُ رَأْيِي وَلَا آلُو فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدْرَهُ وَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي
وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ لِمَا يُرْضِي رَسُولَ اللَّهِ
Artinya: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika akan
mengutus Mu'adz bin Jabal ke Yaman beliau bertanya: "Bagaimana engkau
memberikan keputusan apabila ada sebuah peradilan yang dihadapkan
kepadamu?" Mu'adz menjawab, "Saya akan memutuskan menggunakan Kitab
Allah." Beliau bersabda: "Seandainya engkau tidak mendapatkan dalam
Kitab Allah?" Mu'adz menjawab, "Saya akan kembali kepada sunnah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." Beliau bersabda lagi: "Seandainya
engkau tidak mendapatkan dalam Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
serta dalam Kitab Allah?" Mu'adz menjawab, "Saya akan berijtihad
menggunakan pendapat saya, dan saya tidak akan mengurangi." Kemudian
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menepuk dadanya dan berkata:
"Segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk kepada utusan
Rasulullah untuk melakukan apa yang membuat senang Rasulullah."
Kegiatan
Bahtsul Masail
Istinbath hukum (menyimpulkan hukum) langsung
dari sumber primer (al-Qur'an dan al-Hadits) hanya boleh dilakukan oleh seorang
Mujtahid. Bagi ulama NU istinbath ini masih sangat sulit dilakukan karena keterbatasan-keterbatasan
yang disadari. Oleh karenanya NU melalukan “Istinbath kreatif” dengan mengkaji hasil
ijtihad Ulama` terdahulu yang tertuang dalam kitab-kitab Mu`tabaroh secara
mendalam untuk memecahkan masalah hukum fiqhiyah. Karena istinbath model ini
lebih praktis dan dapat dilakukan oleh semua ulama NU yang telah mumpuni
membaca kitab-kitab fiqih.
Istilah Istinbath tidak populer di kalangan
NU, karena konotasinya mengarah pada Ijtihad mutlak yang hanya bisa dilakukan
oleh Mujtahid Mutlak. Sebagai gantinya, NU memakai istilah Bahtsul Masail yang
artinya meneliti masalah-masalah kontekstual melalui referensi (maraji') kitab-kitab
mu`tabaroh.