Islam Nusantara merupakan sebuah konsep yang merujuk pada bentuk Islam yang telah berkembang di wilayah Nusantara sejak abad ke-16. Perkembangan ini tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui serangkaian proses yang melibatkan interaksi, kontekstualisasi, indigenisasi, interpretasi, dan vernakularisasi terhadap ajaran dan nilai-nilai Islam yang universal, sesuai dengan realitas sosio-kultural Indonesia. Istilah "Islam Nusantara" pertama kali diperkenalkan oleh Nahdlatul Ulama pada tahun 2015, dan mendapat dukungan dari Presiden Joko Widodo pada waktu yang sama.
Konsep Islam Nusantara menekankan penafsiran Islam yang mempertimbangkan budaya lokal dalam merumuskan hukum agamanya, menawarkan suatu alternatif terhadap pandangan yang dominan dari Arab dan Timur Tengah. Dalam Islam Nusantara, nilai-nilai seperti toleransi, inklusivitas, dan moderat menjadi kunci, dengan memperkuat prinsip rahmatan lil alamin (rahmat bagi semesta alam). Selain itu, Islam Nusantara juga mengakui dan memelihara budaya lokal Indonesia sebagai bagian integral dari identitasnya.
Meskipun demikian, Islam Nusantara tidak menolak atau mengecilkan pentingnya ajaran Arab dalam Islam, karena tetap mengakui Al-Qur'an dan Hadis sebagai sumber utama ajaran agamanya. Perkembangan Islam Nusantara juga mengakar kuat pada kearifan lokal, yang tercermin dalam pendekatan agama yang santun dan hormat terhadap tradisi pesantren.
Dalam konteks pendidikan agama, pesantren memainkan peran penting dalam membangun pemahaman yang utuh tentang Islam Nusantara, yang tidak hanya berfokus pada ajaran agama, tetapi juga memperhatikan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal. Oleh karena itu, Islam Nusantara merupakan wujud Islam yang tidak hanya mencakup aspek agama, tetapi juga aspek budaya dan sosial yang mengakar dalam konteks Indonesia.