NU, sebagai organisasi keagamaan,
memang menjadi yang pertama menerima Pancasila sebagai asas tunggal. Ini
terjadi di tengah banyak organisasi dan partai politik yang masih belum mampu
menerimanya. Penerimaan ini bahkan dideklarasikan pada Musyawarah Nasional Alim
Ulama tahun 1983 di Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo, Asembagus,
Situbondo, Jawa Timur, tepatnya pada 16 Rabiul Awal 1404 H atau bertepatan
dengan 21 Desember 1983. Ada tiga alasan mengapa NU dapat menerima Pancasila
sebagai asas tunggal:
- Asas Organisasi: Sejak didirikan pada tahun 1926, NU tidak pernah mencantumkan asas organisasinya. Asas Islam baru dicantumkan ketika NU berubah menjadi partai politik pada tahun 1952.
- Islam Bukan Ideologi: Bagi NU, Islam bukanlah sebuah ideologi. Islam adalah agama Allah, sedangkan ideologi hanyalah hasil pemikiran manusia. Keduanya tidak dapat saling mengisi atau menggantikan.
- Asas Boleh Beragam: Asas organisasi tidak harus berdasarkan agama, melainkan dapat berasal dari berbagai hal tertentu seperti kerakyatan, kekeluargaan, keadilan, dan lainnya.
Deklarasi tentang Hubungan
Pancasila dengan Islam yang disahkan dalam Muktamar ke-27 NU tahun 1984
menyatakan bahwa Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Republik Indonesia
bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan
untuk menggantikan kedudukan agama. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa menurut pasal
29 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 mencerminkan tauhid menurut pengertian
keimanan dalam Islam. NU mengamankan pengertian yang benar tentang Pancasila
dan pengamalannya yang murni dan konsekuen oleh semua pihak¹
