Pengertian Taqlid
Taqlid berasal dari kata Qollada yangberarti mengulangi, meniru,
mengikat atau mengikuti. Sedangkan taqlid dalam terminologi fikih aswaja adalah
قَبُولُ قَوْلِ الْقَائِلِ وَأَنْتَ
لاَ تَعْلَمُ مِنْ أَيْنَ قَالَهُ
Artinya, menerima pendapat orang lain meskipun tidak tahu dasarnya apa
Sedangkan menurut KH. Abdullah Shiddiq dalam bukunya Khittah
Nahdliyah mengatakan bahwa bertaqlid adalah “mengikuti pendapat orang lain yang diyakini
kebenarannya sesuai dengan al Quran dan Hadits”.
Pengertian terminologis taqlid di atas mengandung arti bahwa
praktik bertaqlid adalah mengikuti hasil ijtihad seorang ulama` (mujtahid)
tanpa mengetahui bagaimana cara menyimpulkannya dari al Quran dan Hadits. Meskipun
sebenarnya muqallid (orang yang taqlid) tetap mengamalkan islam dengan
dalil yang kuat, yaitu dalil mujtahid yang terkadang tidak ia ketahui.
Para Ulama` NU tanpa terkecuali secara umum
taqlid pada Imam Syafiì. Mereka memahami fikih dari kitab-kitab karya Ulama`
syafiiah, tanpa menimbang sendiri bobot pendapat yang diikutinya. Jadi Muqallid
belum tentu orang yang benar-benar awam dunia fikih.
Bagaimana hukunya taqlid?
Menurut mayoritas ulama` Ushul Fiqh orang awam yang tidak mampu
berijtihad wajib taqlid pada seorang mujtahid dengan mengikuti rumusan fikihnya.
Sebab inilah yang dipraktikkan oleh masyarakat Islam semenjak masa para sahabat
di mana semua orang awam bertaqlid pada sahabat Nabi yang lebih mengerti dan
bisa berijtihad.
Taqlid adalah keniscayaan dan tidak bisa
dihilangkan dari masyarakat manapun, sehingga praktik ini dalam syariat Islam
dibenarkan sejauh yang diikuti tidak bertentangan dengan al Quran dan Hadits
atau keluar dari madzhab empat. Berikut adalah rincian hukum taqlid
|
Taqlid yang diperbolehkan |
Taqlid pada seorang Mujtahid dalam hukum
fikih bagi orang yang tidak mampu berijtihad |
|
Taqlid yang dilarang |
1. Taqlid pada orang yang bukan mujtahid 2. Mengikuti pendapat yang jelas-jelas salah 3. Taqlid dalam akidah (kecuali bagi yang tidak punya peluang untuk
belajar) |
Hakikat Bermadzhab
Madzhab menurut pengertianbahasa berarti pendirian, jalan atau
sistem, dan sumber atau pendapat yang kuat. Adapun menurut istilah para ahli
Figih, madzhab berarti hasil ijtihad seorang imam tentang hukum suatu masalah,
atau tentang kaidah istinbath sebagai metode untuk memahami ajaran Islam. Oleh
karena merupakan hasil ijtihad para ulama, maka madzhab itu identik dengan
Figih.
Sedangkan bermadzhab adalah menjalankan syariat
agama sesuai dengan hasil ijtihad
seorang ulama mujtahid. Dalam hal ini Dr. Sa'id Ramadian Al Buthi mengatakan:
الْمَذْهَبِيَّةُ هِيَ انْ يُقَلِّدُ الْعَامِّيَّ اوَ
مَنْ لَمْ تَبْلُغْهُ رُتْبَةُ الِاجْتِهَادِ مَذْهَبٌ امَّامْ مُجْتَهِدٍ سَوَاءٌ
الْتَزَمَ وَاحِدًا بِعَيْنِيَّةٍ اوْ عَاشَ يَتَحَوَّلُ مِنْ وَاحِدٍ الَى أُخَرَ
Artinya: “Bermadzhab vaitu taglidnya orang awam atau orang yang tidak
sampai derajat ijtihad kepada imam mujtahid baik secara trus menerus maupun berpindah-pindah
dari madzhab satu ke madzhab lainnya".
Macam-Macam Bermadzhab
Dalam praktiknya, bermadzhab itu dapat dibedakan dalam dua hal:
1.
Bermadzhab secara manhaji (metodologis)
Mengikuti aliran pemikiran dalam menafsirkan hukum sebagai cara
untuk mencari suatu peraturan hukum dikenal sebagai madzhab. Pendekatan ini
umumnya dilakukan oleh ahli hukum yang memiliki kemampuan istinbath (berijihad) untuk menemukan suatu hukum. Partisipasi dalam madzhab
manhaji ini terbatas pada Mujtahid Muqoyyad dan Mujtahid fil Madzhab, yang
telah memenuhi syarat untuk melakukan istinbath secara mandiri tetapi belum
mencapai tingkat mujtahid mutlak.
Selain itu, pendekatan berkelompok dalam madzhab manhaji juga
mungkin terjadi melalui istinbath jama'i, yang merupakan upaya bersama untuk
memahami suatu hukum oleh sekelompok orang. Ini memberikan kemungkinan bagi beberapa individu untuk berkontribusi secara
bersama-sama dalam penentuan hukum.
2.
Bermadzhab secara qouli
Yaitu mengikuti qoul (pendapat) atau hasil
ijtihad para mujtahid. Semua pendapat dari para mujtahid tersebut dapat
ditemukan dalam kitab Fiqih yang dianggap representatif dan dapat
dipertanggungjawabkan, atau diperoleh melalui keterangan para ulama yang dianggap
meyakinkan.
Bagi kaum awam, menjadi penganut madzhab
merupakan suatu keharusan, meskipun diharapkan mereka dapat menelusuri
sumber-sumber pendapat yang dipegang oleh imam madzhab yang mereka anut.
Dasar Hukum
Bermadzhab
Dasar-dasar yang dapat dijadikan alasan
tentang keharusan bermadzhab bagi orang awam antara lain:
1. Firman Allah
dalam surat An Nahl ayat 43:
وَمَآ
اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ اِلَّا رِجَالًا نُّوْحِيْٓ اِلَيْهِمْ فَاسْـَٔلُوْٓا
اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ
Artinya: Kami tidak mengutus sebelum engkau (Nabi
Muhammad), melainkan laki-laki yang Kami beri wahyu kepadanya. Maka,
bertanyalah kepada orang-orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui.
Ayat ini merupakan perintah kepada
orang-orang yang tidak mengerti hukum dan dalil-dalilnya agar mengikuti orang
lain yang mengetahui. Sehingga bertaqlid kepada para mujtahid, bagi kaum awam
adalah suatu keharusan.
2. Praktik
taqlid para sahabat Nabi
Banyak dari para Sahabat Nabi yang
mengikuti petunjuk yang diberikan oleh sesama Sahabat yang lebih
berpengetahuan. Tingkat keilmuan di antara Sahabat tidaklah seragam, dan tidak
semua dari mereka ahli hukum; bahkan, jumlah Sahabat yang memiliki pengetahuan
hukum sangatlah terbatas dibandingkan dengan mereka yang awam. Hal ini
menunjukkan terjadinya taglid atau ittiba’ di kalangan Sahabat Nabi. Realitas
semacam ini juga berlanjut pada masa Tabi'in dan setelahnya, bahkan hingga saat
ini.
3. Dalil aqli
(penalaran)
Seperti yang disampaikan oleh Syekh
Abdullah Darraz, bagi seseorang yang tidak memiliki kemampuan ijtihad, saat
dihadapkan pada masalah hukum, ada dua kemungkinan yang bisa diambil. Pertama,
mungkin orang tersebut tidak melakukan apa-apa; dan kedua, ia akan berusaha
mencari dalil dengan kemampuannya sendiri. Namun, usaha mencari dalil secara
mandiri dianggap sulit bagi mereka, dapat menghambat aktivitas sehari-hari, dan
menyulitkan pelaksanaan perintah agama. Oleh karena itu, bermadzhab dan
bertaqlid dianggap sebagai jalan terbaik dalam menghadapi situasi tersebut.
